Senin, 04 Februari 2013

Konsep Dasar Hipertensi


TINJAUAN TEORI



A.    Konsep Dasar Penyakit
  1. Pengertian
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 )
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal (Brunner & Suddarth, 2001).
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, seringkali dapat diperbaiki (Doenges, 2000).

 Tabel 2.1 : Klasifikasi hipertensi menurut WHO

Kategori
Sistol (mmHg)
Diastol (mmHg)
Optimal
< 120
< 80
Normal
< 130
< 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan)
140-159
90-99
Sub grup : perbatasan
140-149
90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat)
≥ 180
≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi
≥ 140
< 90
Sub grup : perbatasan
140-149
< 90



 Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi menurut Joint National Committee 7

Kategori
Sistol (mmHg)
Dan/atau
Diastole (mmHg)
Normal
<120
Dan
<80
Pre hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi tahap 2
≥ 160
Atau
≥ 100



Tabel. 2.3 Klasifikasi hipertensi hasil konsensus perhimpunan hipertensi
Indonesia

Kategori
Sistol (mmHg)
Dan/atau
Diastole (mmHg)
Normal
<120
Dan
<80
Pre hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi tahap 2
≥ 160
Atau
≥ 100
Hipertensi sistol terisolasi
≥ 140
Dan
< 90
2.      Etiologi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan  yaitu :
a.       Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya. Namun sejumlah interaksi beberapa energi homeostatik saling terkait. Defek awal diperkirakan pada mekanisme pengaturan cairan tubuh dan tekanan oleh ginjal. Faktor hereditas berperan penting bilamana ketidakmampuan genetik dalam mengelola kadar natrium normal. Kelebihan intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan dan curah jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan aliran darah melalui kontriksi atau peningkatan tahanan perifer. Tekanan darah tinggi adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik peningkatan tahanan perifer.
b.      Hipertensi sekunder pada umumnya diketahui. Berikut ini beberapa kondisi yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder :
1)      Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume expation. Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah normal kembali setelah beberapa bulan.


2)      Penyakit parenkim dan vaskular ginjal.
Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous displasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, dan perubahan struktur, serta fungsi ginjal.
3)      Gangguan endokrin.
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan hipokalemia. Aldosteronisme primer biasanya timbul dari benigna adenoma korteks adrenal.
4)      Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.
5)      Neurogenik : tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiatri.
6)      Kehamilan
7)      Luka bakar
8)      Peningkatan volume vaskular

9)      Merokok
Nikotin dalam rokok meningkatkan pelepasan katekolamin. Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan vasokontriksi, yang mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah.
3.      Anatomi fisiologi

a.       Jantung

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa, karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos.
1)  Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing disebut apeks kordis.
2)  Letak
     Di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada.
3) Ukuran
     Lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan, beratnya kira-kira              250 - 300 gr.
4) Lapisan-lapisannya
Lapisannya terdiri dari endokardium, miokardium, perikardium.

b.      Peredaran darah jantung

Vena kava suferior dan inferior, mengalirkan darah ke atrium dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis, membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru-paru. Vena pulmonalis, membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium sinistra. Aorta, membawa darah dari ventrikel sinistra ke seluruh tubuh. Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus, dindingnya terdiri dari satu lapisan endotel.

c.       Pergerakan jantung

Dalam kerjanya jantung mempunyai tiga periode :
1)    Periode konstriksi (periode sistole).
Suatu keadaan dimana jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup, katup bikus dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup, valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru-paru kiri dan kanan, sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.
2)    Periode dilatasi (periode diastole).
Suatu keadaan dimana jantung mengembang, katup bikus dan trikuspidalis terbuka sehingga darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra, selanjutnya darah yang ada di paru-paru melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke atrium dekstra.
3)    Periode istirahat yaitu waktu antara periode konstriksi dan dilatasi dimana jantung berhenti kira-kira 1/10 detik.

   4.      Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah sebuah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung) dengan tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi vaskuler.
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan tonus simpatis. Oleh karena itu, reflek kontrol sirkulasi meningkatkan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikkan re-setting sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun penurunan tekanan tidak ada.
Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan arteri meningkatkan diuresis dan penurunan tekanan darah. Kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik.
Renin dan angiotensin memegang peranan penting dalam pengaturan tekanan darah. Ginjal memproduksi renin yaitu enzim yang bertindak pada substrat protein plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah oleh converting enzym dalam paru menjadi angiotensin II kemudian menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi vasokontriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat bermakna dalam hipertensi terutama pada aldoteronisme primer. Melalui peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting atau penghambatan pada ekskresi garam (natrium) dengan akibat peningkatan tekanan darah.
Sekresi renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan perifer vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin harus diturunkan karena peningkatan arteriolar renal mungkin menghambat sekresi renin. Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital. Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infrak miokard, stroke, gagal jantung dan gagal ginjal.
Autoregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular dengan mengakibatkan pengurangan aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai akibat dari peningkatan aliran. Autoregulasi vaskular nampak menjadi mekanisme penting dalam menimbulkan hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air.

  5.      Tanda dan Gejala
Peningkatan tekanan darah kadang–kadang merupakan satu–satunya gejala. Bila demikian, gejala baru akan muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdenging, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang – kunang dan pusing. 

6.      Pemeriksaan penunjang
a.         Hitung darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan indikator faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b.         Kimia darah
1)      BUN, kreatinin : peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau faal ginjal.
2)      Serum glukosa : hiperglikemia (diabetes melitus adalah presipitator hipertensi) akibat peningkatan kadar katekolamin.
3)      Kadar kolesterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi pembentukan plaque atheromatus.
4)      Kadar serum aldosteron : menilai adanya aldosteronisme primer.
5)      Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi.
6)      Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor resiko hipertensi.
c.         Elektrolit
1)      Serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme atau efek samping terapi diuretik.
2)      Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.
d.        Urine
1)      Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengindikasikan disfungsi renal atau diabetes.
2)      Urine VMA (catecholamine metabolisme) : peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma.
3)      Steroid urine : peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme, pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, sindrom chushing’s; kadar renin juga meningkat.
e.         Radiologi
1)   Intra Venous Pyelografi (IVP) : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal pharenchymal disease, urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH).
2)   Rontgen toraks : menilai adanya kalsifikasi obstruktif katup jantung, deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung.
f.     EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi   atau disritmia.
7.      Penatalaksanaan
a.       Tujuan Pengobatan Hipertensi
1). Menurunkan tekanan darah sampai normal atau mendekati normal, tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari. Dengan demikian dapat komplikasi dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
2). Prevansi terhadap peninggian  tekanan darah dan “heart rate” secara akut selama “exercise” dan “stress”
 
b.      Obat-obat Anti Hipertensi
1)      Diuretik
a)        Kemanjuran maksimal rendah; Indapamid (Lozol), Ftalimidin, Tiazid.
b)        Kemanjuran maksimal tinggi; Bumetanid (Bumex), Asam Etakrinat (Edeerin), Furosemid (Lasix).
c)        Hemat Kalium; Amilorid (Midomir), Spironolakton (Aldaetone), Trianteren (Dyrenium).
2)      Obat Simpatolitik
a)      Bekerja pada SPP; Klonidin (Catapres), Guanabenz (Wytensin), Metildopa (Aldomet).
b)      Bekerja pada gonglion otonom; Trimetafan (Arfonad).
c)      Bekerja pada neuron simpatis pasca ganglion; Guanadrel (Hylorel), Guanetidin (Isenelin), Penghambat monoamin oksidase, Reserpin.
d)     Penghambat reseptor
(1)   Adrenoreseptor; Fenoksibenzamin (Dibenzyline), Fentolamin (Reqitinin), Prazosin (Minipres).
(2)   Adrenoreseptor; Atenol (Tenormin), Labetol (Normodyne, Trandate), Metoprolol (Lopressor), Nadolol (Corgard), Pindolol (Visken), Propanolol (Inderal), Timolol (Blocadren).
(3)   Vasodilator; Diazoksid (Hyperstat), Diltiazem (Cardizem), Hydralazin (Apresoline), Minoksidil (Lomitmen), Nifedipin (Adelat, Procardia), Verapamil (Calan, Isoptin).
(4)   Penghambat sistem renin angiostenin; Captopril (Capoten), Enalapril (Vasotec), Saralisin (Sarenin).
c.       Diit Hipertensi/Diit Rendah Garam
Hipertensi dapat dikendalikan dengan Diit rendah Garam, merupakan diit dengan pembatasan konsumsi garam untuk membantu menghilangkan retensi garam/air dalam jaringan tubuh
1)    Syarat-syarat Diit Rendah Garam 
a)        Cukup kalori, mineral dan vitamin
b)        Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit
c)        Jumlah natrium yang diperolehh disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam/air dan/atau hipertensi.
2)        Macam Diit Rendah Garam
Jika ditinjau dari jumlah natrium yang perlu dikonsumsi, Diit Rendah Garam dibagi menjadi 3 yaitu :
a)      Diit Rendah Garam I (DRG I) mengandung natrium 200-400 mg. Dalam pemasakan tidak ditambahkan garam dapur. Bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Makanan diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau hipertensi berat.
b)      Diit Rendah Garam II (DRG II) mengandung natrium 600-800 mg. Pemberian makanan sama dengan DRG I. dalam pemasakan makanan diperbolehkan menggunakan ¼ sdt garam dapur (1 gr). Bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Makanan ini diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau hipertensi sedang ini diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau hipertensi sedang
c)       Diit Rendah Garam III (DRG III) mengandung natrium 1000-1200 mg. Pemberian makanan sama dengan DRG I. Dalam pemasakan boleh diberi garam dapur ½ sendok teh (2 gr). Makanan ini diberikan kepada penderita dengan edema, dan/atau hipertensi ringan.             
8.      Komplikasi
Penyakit hipertensi bila tidak dikontrol secara teratur akan berlanjut kearah penyakit yang mematikan seperti :
a.         Penyakit jantung           
b.         Cedera serebrovaskular
c.         Gagal ginjal

B.     Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hipertensi

Asuhan keperawatan merupakan bentuk pelayanan kesehatan profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit. Dengan mempertimbangkan aspek bio, psiko, sosial dan spiritual yang komprehensif.
Asuhan keperawatan yang komprehensif dilaksanakan pada klien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien yang dilaksanakan secara bio, psiko, sosial dan spiritual dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
  1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengindentifikasi status kesehatan klien ((Nursalam, 2001). Kegiatan yang dilaksanakan dalam pengkajian adalah pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah. Pada pengkajian – pengumpulan data yang cermat tentang klien, keluarga, didapatkan data melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan.
Data yang dikumpulkan dapat dibagi dua (Kelliat, Budi Ana., 1995) :
a.       Data dasar
b.      Data khusus yang berhubungan dengan situasi klien saat ini yang dapat ditentukan oleh perawat, klien atau keluarga.
Tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Sehingga disimpulkan menjadi diagnosa keperawatan (Gaffar, 1999).
Dasar data pengkajian klien menurut Doenges (2000) :
a.       Aktivitas/istirahat
Gejala          : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda          : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung.    
b.      Sirkulasi
Gejala         : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan panyakit serebrovaskular. Episode palpitasi, perspirasi.
       Tanda         : kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takikardi, pengisian kapiler lambat, pucat, sianosis, diaforesis, dan kemerahan (feokromositoma).    
c.       Integritas Ego
Gejala         : ansietas, marah.
Tanda         : gerak tangan empati, peningkatan pola bicara.
d.      Eliminasi
       Gejala         : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.      
e.       Makanan/Cairan
       Gejala         : makanan yang disukai, yang mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan (meningkat/menurun). 
f.       Neurosensori
Gejala         : keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital.
                     Episode kebas dan/atau kelemahan pada satu sisi, gangguan penglihatan.
Tanda         : status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir, atau memori (ingatan).
g.      Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala         : angina, sakit kepala oksipitalberat seperti pernah terjadi sebelumnya.

h.       Pernafasan
Gejala         : dispnea, takipnea, riwayat merokok, batuk dengan/tanpa sputum.
Tanda         : distress respirasi, bunyi nafas tambahan, sianosis.
i.        Keamanan
      Keluhan/      : gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
      Gejala         
2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan yang atau masalah kesehatan yang potensial dimana perawat dapat secara sah dan mandiri menanganinya dalm bentuk tindakan yang ditujukan untuk mencegah, mengurangi, atau mengatasi masalah tersebut (Gordon & Carpenito, 1998)
Diagnosa keperawatan dibagi sesuai dengan masalah kesehatan klien yaitu :
a.       Aktual, diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang ditemukan.
b.      Potensial, diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan. Saat ini masalah belum ada tapi etiologi sudah ada.
c.       Kemungkinan, diagnosa keperawatan yang mejelaskan bahwa perlu data tambahan untuk memastikan tambahan masalah. Pada keadaan ini masalah dan faktor pendukung belum ada tapi sudah ada faktor yang menimbulkan masalah (Kelliat, Budi Ana., 1995)
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan hipertensi, menurut Doenges ( 2000 ), yaitu :
a.         Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi dan iskemia miokardia.
b.         Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
c.         Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral.
d.        Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang berlebihan, pola hidup monoton, keyakinan budaya.
e.         Koping individu inefektif berhubungan dengan krisis situasional/maturasional, sistem pendukung tidak adekuat, metode koping tidak efektif.
f.          Kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan/daya ingat, misinterpretasi informasi, keterbatasan kognitif.
3.      Perencanaan
Perencanaan adalah penentuan apa yang dilakukan untuk membantu kebutuhan kesehatannya dan mengatasi masalah keperawatan yang ditentukan. Perencanaan keperawatan ini dilaksanakan sesuai dengan diagnosa keperawatan diatas.
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang terdiri dari :
a.         Menentukan prioritas diagnosa keperawatan.
b.         Menetapkan sasaran ( Goal ) dan tujuan ( Obyektif )
c.         Menetapkan kriteria evaluasi
d.        Merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan
Proses penentuan prioritas dimulai dengan memprioritaskan diagnosa keperawatan. Ada beberapa hal yang mempengaruhi dalam menentukan  urutan prioritas (Kelliat, Budi Ana., 1998), yaitu :
a.       Ancamann kehidupan dan kesehatan. Diagnosa yang mencakup masalah aktual, mengancam masalah kehidupan dan kehidupan merupakan fokus utama.
b.      Sumber daya dan dana yang tersedia. Fokus diagnosa disesuaikan dengan kemampuan dan keterampilan perawat. Selain itu fasilitas dan dana  yang tersedia akan mempengaruhi keberhasilan dan fokus intervensi keperawatan.
c.       Peran serta klien. Perawat dan klien harus bekerja sama dalam menetukan fokus perhatian intervensi keperawatan.
d.      Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.
Penetapan sasaran dan tujuan dilakukan setelah penetapan urutan prioritas dignosa keperawatan. Sasaran merupakan hasil yang diharapkan dalam mengurangi atau mengatasi masalah yang digambarkan pada diagnosa.
Tujuan dirumuskan untuk menggambarkan penampilan, hasil, atau prilaku klien yang  berhubungan dengan sasaran. Ada tiga kegunaan tujuan (Kelliat, Budi Ana., 1998) : Memberi arah pemilihan atau penentuan strategi keperawatan, menentukan fasilitas, metode yang diperlukan dan memberi petunjuk pengorganisasian intervensi keperawatan.
Kriteria adalah standar yang dipakai untuk mengevaluasi penampilan klien. Kriteria evaluasi diperlukan apabila tujuan belum spesifik dan tidak dapat diukur. Ada beberapa syarat  dari kriteria evaluasi:
a.       Dapat diukur
b.      Spesifik dalam isi dan waktu
c.       Dapat dicapai
Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun di atas, maka rencana tindakan keperawatan menurut (Doenges. et.al, 2000) adalah sebagai berikut :
1.    Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan after load, vasokontriksi.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja jantung.
Kriteria hasil :    Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal klien.
 
Tabel 2.4 Rencana keperawatan resiko penurunan curah jantung
Intervensi
Rasional
1.1.   Pantau Tekanan darah



1.2.   Catat keberadaan,kualitas denyutan sentral dan perifer


1.3.   Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas




1.4.   Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler

1.5.   Catat edema umum/tertentu

1.6.   Berikan lingkungan tenang dan kurangi aktifitas
1.7.   Pertahankan pembatasan aktifitas, seperti istirahat ditempat tidur, bantu klien melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kebutuhan
1.8.   Anjurkan teknik relaksasi, aktifitas pengalihan

1.9.   Berikan obat-obatan sesuai indikasi         (diuretik, inhibitor simpatis, vasodilator)
1.1.   Mengetahui secara dini perubahan yang terjadi dan untuk memberikan tindakan yang sesuai dengan keadaan pasien.
1.2.   Denyut karotis, jugularis dan femoralis dapat mencerminkan efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.
1.3.   S4  umum terdengar pada pasien hipertensi berat perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles, mengindikasikan kongesti paru sekunder.
1.4.   Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi.
1.5.   Mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskular.
1.6.   Menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan relaksasi.
1.7.   Menurunkan strees dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah


1.8.   Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan strees sehingga akan menurunkan TD
1.9.   Menghindari terjadinya penurunan fungsi jantung dan beban kerja jantung.

2.      Nyeri kepala  berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tanda dan gejala:  Keluhan nyeri kepala oksipital terutama pada saat bangun , otot-otot wajah tegang, menyeringai menahan sakit, gelisah, leher kaku, penglihatan kabur, mual dan muntah.
Tujuan  :   Nyeri hilang atau terkontrol.
Kriteria hasil  : Mengungkapkan nyeri hilang, menyatakan metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.

Tabel 2.5 Rencana keperawatan nyeri kepala

Intervensi
Rasional
2.1.   Kaji tingkat nyeri pasien


2.2.   Mempertahankan tirah baring selama  fase akut
2.3.   Berikan tindakan non farmakologi (kompres dingin pada dahi, pijat punggung, leher, untuk ketenangan redupkan lampu kamar)
2.4.   Kurangi aktifitas yang berlebihan

2.5.   Bantu pasien dalam aktifitas sesuai kebutuhan
2.6.   Berikan cairan, makanan lunak dan perawatan mulut yang teratur
2.7.   Berikan analgetik sesuai indikasi
2.8.   Berikan anti ansietas, misalnya: Diazepam.
2.1.   tingkat nyeri dapat mempengaruhi tingkah laku pasien dan proses pengobatan
2.2.   Meningkatkan relaksasi terhadap seluruh organ yang bersangkutan
2.3.   Tindakan tersebut menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat respon simpatis


2.4.   Aktifitas yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan vaskuler serebral
2.5.   Mencegah komplikasi dalam hubungannya dengan sakit kepala
2.6.   Meningkatkan kenyamanan umum


2.7.   Mengontrol nyeri dan menurunkan rangsangan sistem saraf simpatis
2.8.   Mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan yang diperberat oleh stress.



3.   Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum dan ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen.
Tanda dan gejala: Keletihan dan kelemahan, dispnea, perubahan EKG.
Tujuan   : Dapat melakukan aktifitas yang diperlukan atau diinginkan.
Kriteria hasil : Ikut serta dalam kegiatan yang dibutuhkan, menunjukkan toleransi aktifitas yang dapat diukur, intoleransi fisiologis mengalami penurunan.
 
 Tabel 2.6 Rencana keperawatan Intoleransi aktifitas

Intervensi
Rasional
3.1.   Kaji respon pasien terhadap aktifitas


3.2.   Observasi tanda-tanda vital (Ajarkan pasien  Nadi, tekanan darah, respirasi)
3.3.   Berikan tentang tehnik penghematan energi (melakukan aktifitas perlahan-lahan dan menggunakan alat bantu)
3.4.   Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas atau peraweatan diri, jika dapat ditoleransi (secara bertahap).
3.1.   Perubahan aktifitas dapat mengidentifikasi tingkat kelemahan fisik pasien atau klien
3.2.   Mengidentifikasi perubahan respon fisiologis terhadap aktifitas
3.3.   Tekhnik penghematan energi mengurangi penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai oksigen

3.4.   Kemajuan aktifitas secara bertahap mencegah peningkatan kerja jantung secara tiba-tiba.



 4.   Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan, pola hidup monoton, dan keyakinan budaya.
Tanda dan gejala: Berat Badan (BB) meningkat 10%-20% dari BB Ideal, lipatan trisep pada pria lebih dari 15 mm dan pada wanita lebih dari 25 mm.
Tujuan  :   Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
Kriteria hasil  : Menunjukkan perubahan pola makan (misal: pilihan makanan, kuantitas, dan sebagainya), mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal, melakukan program olahraga yang tepat secara individual.

 Tabel 2.7 Rencana keperawatan perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
Intervensi
Rasional
4.1.   Kaji pemahaman pasien tentang hubungan antar hipertensi dan kegemukan
4.2.   Anjurkan pasien untuk menurunkan asupan kalori lemak, garam dan gula

4.3.   Tetapkan keinginan pasien untuk menurunkan berat badan
4.4.   Bantu untuk memilih makanan yang tepat (hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi dan kolesterol)
4.5.   Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi.
4.1.   Kegemukan merupakan resiko tinggi terhadap hipertensi

4.2.   Mempercepat proses aterosklerosis. Masukan garam memperbanyak volume cairan intravaskuler dan merusak ginjal
4.3.   Program penurunan berat badan membantu menunjang keberhasilan proses penyembuhan
4.4.   Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis
4.5.   Memberikan konseling dan bantuan memenuhi kebutuhan diit individu.

5.   Inefektif koping individu berhubungan dengan krisis situasi, harapan yang tak terpenuhi, perubahan hidup beragam.
Tanda dan gejala : Menyatakan ketidakmampuan dalam memecahkan masalah, gelisah, cemas, insomnia, tegang, depresi.
Tujuan  :  Mengidentifikasi perilaku koping yang efektif.
Kriteria hasil : Menyadari akan kemampuan koping saat ini, menghindari stress, menggunakan ketrampilan atau metode efektif untuk mengatasi masalah.

Tabel 2.8 Rencana keperawatan Inefektif koping individu
Intervensi
Rasional
5.1.   Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku
5.2.   Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi

5.3.   Bantu pasien untuk mengatasinya
5.4.   Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan pengobatan

5.5.   Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup yang perlu
5.6.   Dorong pasien untuk mengevaluasi tujuan hidup. Tanyakan pertanyaan seperti “Apakah yang anda lakukan” merupakan apa yang anda inginkan.
5.1.   Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang

5.2.   Mekanisme maladaptif merupakan indikator marah yang ditekan dan menjadi penentu utama tekanan darah diastolik
5.3.   Mengenalkan pasien terhadap stressor
5.4.   Keterlibatan memberikan perasaan kontrol diri yang berkelanjutan dan dapat meningkatkan kerjasama dalam regimen terapeutik
5.5.   Perubahan yang harus diprioritaskan untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya
5.6.   Memberikan perhatian dapat memberikan pandangan pasien terhadap apa yang diinginkan.

6.   Kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan, misinterpretasi informasi, keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.
Tanda dan gejala: Menyatakan masalah, meminta informasi/bertanya-tanya, menyatakan miskonsepsi, mengikuti instruksi tidak akurat, perilaku tidak tepat misal bermusuhan, agitasi, apatis.
Tujuan  : Pasien mengerti tentang proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan, mengidetifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan, mempertahankan Tekanan Darah dalam parameter normal.

Tabel 2.9  Rencana keperawatan kurang pengetahuan mengenai kondisi,
rencana pengobatan

Intervensi
Rasional
6.1.   Kaji tingkat pengetahuan pasien




6.2.   Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal, dan otak.







6.3.   Bantu pasien dalam mengidentifikasikan faktor-faktor resiko kardiovaskuler, mis: obesitas, diit tinggi lemak, kolesterol, pola hidup monoton, merokok, minum alkohol
6.4.   Berikan informasi tentang sumber -sumber di masyarakat dan dukungan pasien dalam membuat perubahan pola hidup.


6.1.   Tingkat pengetahuan pasien mempengaruhi  proses pemahaman pasien tentang kondisi dan penyakit yang dialaminya
6.2.   Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan tekanan darah, pemahaman bahwa tekanan darah meningkat dapat terjadi tanpa gejala, untuk memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa sehat
6.3.   Faktor-faktor resiko menunjukkan hubungan dalam menunjang hipertensi, penyakit kardiovaskuler, ginjal

6.4.   Sumber-sumber di masyarakat dapat membantu pasien dalam upaya mengawali dan mempertahankan perubahan pola hidup.



4.  Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat. Pelaksanaan asuhan keperawatan adalah merupakan pemberian asuhan keperawatan yang nyata serta merupakan penyelesaian dari tindakan keperawatan untuk mencapai sasaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan klien secara optimal  (Gaffar, 1997).
Beberapa petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a.       Intervensi dlaksanakan sesuai dengan rncana setelah dilakukan validasi.
b.      Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan eisien pada situasi yang tepat.
c.       Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d.      Dokumentasi intervensi dan respons klien.
Setelah pelaksanaan selesai, dilakukan dokumentasi intervensi secara tertulis pada catatan keperawatan dan proses keperawatan.
5.      Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah dilakukan, ditulis dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk mendokumentasikan keadaan klien berupa keberhasilan maupun ketidakberhasilan yang dilihat dari masalah yang ada (Gaffar, 1997).
Evaluasi yang dilakukan disini adalah bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir semua tindakan.


2 komentar:

  1. Artikelnya bagus banget dan sangat menarik terima kasih info nya sanga bermanfaat sekali dan sangat baik artikelnya.


    http://obatdarahtinggi.my.id/

    BalasHapus