Rabu, 20 Februari 2013

Tetralogi Fallot




Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien Tetralogi fallot didapat diatas 5 tahun dan prevalensi menurun setelah berumur 10 tahun. Dari banyaknya kasus kelainan jantung serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
1.      Pengertian
Tetralogi of fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan.
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat.

2.      Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak diketahui secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor tersebut antara lain :
Ø  Faktor endogen :
o   Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
o   Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
o   Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
Ø  Faktor eksogen :
o   Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu)
o    Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
o    Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.


3.      Manifestasi Klinis
- Sianosis, biasanya hanya terdapat setelah menangis, minum dan stress.
- Jari tabuh (clubbing finger) timbul setelah 2-3 bulan.
- Sesak nafas karena anoksia.
- Gangguan pertumbuhan gigi dan perkembangan email gigi buruk.
- Squatting, anak sering jongkok setelah berjalan atau berlari.
- Jantung berbentuk sepatu (boot shape).

4.      Pemeriksaan diagnostik
a.       Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH, pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
b.      Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
c.       Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
d.      Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
e.       Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.
5.         Patofisiologi

Tetralogi fallot adalah kelainan daerah konotrunkal yang paling sering dijumpai. Cacatnya disebabkan oleh pemisahan konus yang tidak merata, karena pergeseran letak sekat trunkus dan konus ke depan. Sehingga pergeseran itu menimbulkan empat perubahan kardiovaskuler, yaitu :
- stenosis infundibularis pulmonalis.
- cacat yang besar pada septum interventrikularis.
- overriding aorta ( aorta yang keluar langsung di atas sekat yang cacat).
- hipertrofi dinding ventrikel karena tekanan sisi kanan yang lebih tinggi.
Karena adanya VSD yang besar dan stenosis pulmonal maka akan terjadi perubahan hemodinamik. Stenosis pulmonal yang terjadi itu menyebabkan darah yang berasal dari vena cava superior dan inferior seluruhnya akan tertampung dalam ventrikel kanan. Kemudian masuk ke aorta tanpa membebani ventrikel kiri, sehingga timbul hipertrofi ventrikel kanan sedangkan ventrikel kiri relatif kecil. VSD tersebut menyebabkan terjadinya shunt kanan ke kiri sehingga timbul sianosis. Stenosis pulmonal menyebabkan aliran darah ke pulmo jadi menurun sehingga terjadi hipoksemia yang dikompensasi dengan polisitemia.
6.      Penatalaksanaan
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
a.         Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
b.         Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau Iv untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi takipneu.
c.         Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
d.        Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian
e.         Propanolo l 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
f.          Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedatif
g.         Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
Lakukan selanjutnya
-          Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik
-          Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
-          Hindari dehidrasi

7.      Komplikasi
a.       Trombosis pulmonal
b.      CVA trombosis
c.       Abses otak
d.      Perdarahan 
e.   Anemia relatif

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
TETRALOGI FALLOT

A.    Pengkajian keperawatan
1.      Riwayat kehamilan : ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor endogen dan eksogen yang mempengaruhi).
2.      Riwayat tumbuh
Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit
3.      Riwayat psikososial/ perkembangan
ü  Kemungkinan mengalami masalah perkembangan
ü  Mekanisme koping anak/ keluarga
ü  Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
4.      Pemeriksaan fisik
ü  Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru setelah tumbuh.
ü  Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.
ü  Serang sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal hiperpnea,hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam,lemas,kejang,sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
ü  Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
ü  Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi
ü  Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.
ü  Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan
ü  Ginggiva hipertrofi, gigi sianotik


5.      Pengetahuan anak dan keluarga :
ü  Pemahaman tentang diagnosis.
ü  Pengetahuan/penerimaan terhadap prognosis
ü  Regimen pengobatan
ü  Rencana perawatan ke depan
ü  Kesiapan dan kemauan untuk belajar

B.     Diagnosa Keperawatan
Setelah pengumpulan data, menganalisa data dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan :
1.      Gangguan pertukaran gas b.d penurunan alian darah ke pulmonal
2.      Penurunan kardiak output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung
3.      Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
4.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan
5.      Risti gangguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial sekunder abses otak, CVA trombosis.
6.      Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi (anoxia kronis , serangan sianotik akut)
7.      Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
8.      Koping keluarga tidak efektif b.d kurang pengetahuan klg tentang diagnosis/prognosis penyakit anak

C.    Rencana Tindakan Keperawatan
1.      Gangguan pertukaran gas b.d penurunan alian darah ke pulmonal
Tujuan :
        Pasien akan mempunyai pola nafas dan pertukaran gas yang adekuat
Intervensi :
1.1     Pantau status pulmonal dengan ketat, auskultasi bunyi paru setiap 2 – 4 jam atau bila perlu : pantau prekuensi pernafasan; kaji upaya dan kesimetrisan dada, kai tanda – tanda distres pernafasan.
1.2     Lakukan/ bantu pasien dengan batuk dan nafas dalam, terapi humidifikasi
1.3     Catat jumlah, warna, konsistensi dan bau sekresi
1.4     Berikan oksigen sesuai dengan anjuran dokter
1.5     Pantau saturasi O2 melalui oksimetri
1.6     Ubah posisi pasien dengan teratur untuk memaksimalkan ventilasi dan perfusi serta untuk mencegah penumpukan sekret.
2.      Penurunan kardiac output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung
Tujuan :
Anak dapat mempertahankan kardiak output yang adekuat.
Kriteria hasil :
ü  Tanda-tanda vital normal sesuai umur
ü  Tidak ada : dyspnea, napas cepat dan dalam,sianosis, gelisah/letargi, takikardi,mur-mur
ü  Pasien komposmentis
ü  Akral hangat
ü  Pulsasi perifer kuat dan sama pada kedua ekstremitas
Capilary refill time < 3 detik
ü  Urin output 1-2 ml/kgBB/jam

Intervensi
2.1.       Monitor tanda vital,pulsasi perifer,kapilari refill dengan membandingkan pengukuran pada kedua ekstremitas dengan posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan
2.2.       Kaji dan catat denyut apikal selama 1 menit penuh
2.3.       Observasi adanya serangan sianotik
2.4.       Berikan posisi knee-chest pada anak
2.5.       Observasi adanya tanda-tanda penurunan sensori : letargi,bingung dan disorientasi
2.6.       Monitor intake dan output secara adekuat
2.7.       Sediakan waktu istirahat yang cukup bagi anak dan dampingi anak pada saat melakukan aktivitas
2.8.       Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
2.9.       Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia
2.10.   Kolaborasi pemberian oksigen
2.11.   Kolaborasi pemberian cairan tubuh melalui infus


3.      Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan :
Anak menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Kriteria hasil  :
ü  Tanda vital normal sesuai umur
ü  Anak mau berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dijadwalkan
ü  Anak mencapai peningkatan toleransi aktivitas sesuai umur
ü  Fatiq dan kelemahan berkurang
ü  Anak dapat tidur dengan lelap

Intervensi
3.1.       Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
3.2.       Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3.3.       Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
3.4.       Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
3.5.       Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas
3.6.       Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan ADL dan dukung kearah kemandirian anak sesui dengan indikasi
3.7.       Jadwalkan aktivitas sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.

4.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan.
Tujuan :
anak dapat makan secara adekuat dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan normal dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
ü  Anak menunjukkan penambahan BB sesuai dengan umur
ü  Peningkatan toleransi makan.
ü  Anak dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
ü  Hasil lab tidak menunjukkan tanda malnutrisi. Albumin, Hb
ü  Mual muntah tidak ada
ü  Anemia tidak ada.

Intervensi :
4.1.       Timbang berat badan anak setiap pagi tanpa diaper pada alat ukur yang sama, pada waktu yang sama dan dokumentasikan.
4.2.       Catat intake dan output secara akurat
4.3.       Berikan makan sedikit tapi sering untuk mengurangi kelemahan disesuaikan dengan aktivitas selama makan ( menggunakan terapi bermain)
4.4.       Berikan perawatan mulut untuk meningktakan nafsu makan anak
4.5.       Berikan posisi jongkok bila terjadi sianosis pada saat makan
4.6.       gunakan dot yang lembut bagi bayi dan berikan waktu istirahat di sela makan dan sendawakan
4.7.       Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress pernafasan yang dapat disebabkan karena tersedak
4.8.       Berikan formula yang mangandung kalori tinggi yang sesuaikan dengan kebutuhan
4.9.       Batasi pemberian sodium jika memungkinkan
4.10.   Bila ditemukan tanda anemia kolaborasi pemeriksaan laboratorium
5.      Risti gangguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial sekunder abses otak, CVA trombosis.
Tujuan :
Perfusi jaringan serebral menjadi adekuat
Intervensi :
5.1.       Monitor perubahan tingkat kesadaran dengan GCS
5.2.       Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum
5.3.       Atur posisi tidur dengan posisi kepala sedikit lebih tinggi
5.4.       Evaluasi keadaan pupil, ukuran, bentuk, persamaan, reaksi terhadap cahaya
5.5.       Monitor intake dan output
5.6.       Batasi aktivitas yang berlebihan
5.7.       Pertahankan jalan nafas
5.8.       Kaji terhadap kemungkinan adanya kekakuan, kejang, gelisah, intabilitas dan menurunnya aktivitas.
5.9.       Monitoring tanda-tanda peningkatan TIK
                     5.10   Kolaborasi dengan dokter dalam program pengobatan.

Daftar Pustaka
A.H Markum,1991,Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak,jilid 1,Jakarta,Fakultas kedokteran UI
Bambang M,Sri endah R,Rubian S,2005,Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi dan Anak
Carpenito J.Lynda,2001,Diagnosa Keperawatan,edisi 8,Jakarta,EGC
Colombro Geraldin C,1998,Pediatric Core Content At-A- Glance,Lippincott-Philladelphia,New York
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta
Ngastiah.1997.Perawatan Anak Sakit, Jakarta,EGC
Nelson, 1992. Ilmu Kesehatan anak,Jakarta, EGC
Sacharin,Rosa M, 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi II, Jakarta,EGC
Samik Wahab, 1996. Kardiologi anak Nadas, Gadjah Mada Ununiversity Press, yogyakarta,Indonesia
Sudigdo & Bambang.1994,Buku Ajar kardiologi Anak,Jakarta,IDAI
Sharon,Ennis Axton (1993), Pediatric care plans,Cumming Publishig Company,California
Whaley and Wong, 1995, Essential of Pediatric Nursing,Cv.Mosby Company,Toronto